Overthinking, Mudah Marah, Menarik Diri - Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Emosi dan Psikologi | 19 May 2025 | Athree | Dilihat 60x

RumahPulih.com - Di tengah tekanan hidup modern, semakin banyak orang mengalami kombinasi gejala seperti overthinking (terlalu banyak berpikir), mudah marah, dan menarik diri dari lingkungan. Meskipun terlihat sepele bagi sebagian orang, ketiga gejala ini sebenarnya bisa menjadi sinyal adanya masalah yang lebih dalam, baik secara emosional maupun mental. Artikel ini akan membahas masing-masing gejala, kaitannya satu sama lain, dan bagaimana cara mengatasinya.
1. Overthinking: Ketika Pikiran Tak Pernah Diam
Overthinking atau terlalu banyak berpikir adalah kondisi di mana seseorang sulit menghentikan aliran pikiran dalam kepalanya. Ini bisa berupa kekhawatiran tentang masa depan, penyesalan terhadap masa lalu, atau menganalisis berlebihan suatu kejadian kecil.
Ciri-ciri overthinking meliputi:
Sulit tidur karena pikiran tidak tenang
Terjebak dalam pikiran “bagaimana jika…”
Merasa lelah mental meskipun secara fisik tidak banyak aktivitas
Overthinking seringkali menjadi pemicu stres, kecemasan, dan kelelahan emosional. Tanpa disadari, ini juga bisa menjadi pemicu kemarahan dan menarik diri.
2. Mudah Marah: Reaksi dari Tekanan yang Tersimpan
Kemarahan yang muncul secara tiba-tiba dan sering adalah tanda bahwa seseorang menyimpan emosi yang tidak tersalurkan dengan baik. Dalam banyak kasus, kemarahan bukanlah emosi utama, tetapi hanya “penutup” dari rasa takut, kecewa, terluka, atau tertekan.
Beberapa penyebab umum mudah marah:
Kurang tidur dan kelelahan mental
Merasa tidak dimengerti atau dihargai
Tekanan hidup yang menumpuk tanpa tempat untuk curhat
Kemarahan yang berulang bisa merusak hubungan, baik di keluarga maupun di tempat kerja. Lebih jauh lagi, jika dibiarkan, ini bisa berkembang menjadi ledakan emosi yang tidak terkendali.
3. Menarik Diri: Tanda Bahwa Sesuatu Tidak Baik-Baik Saja
Menarik diri dari lingkungan sosial adalah gejala umum dari kelelahan emosional atau gangguan suasana hati seperti depresi. Ketika seseorang mulai menjauh dari orang lain, menghindari pertemuan sosial, atau lebih memilih menyendiri sepanjang waktu, ini bisa menjadi pertanda bahwa ia sedang berjuang secara internal.
Beberapa alasannya antara lain:
Merasa tidak cukup baik atau takut dihakimi
Tidak punya energi untuk bersosialisasi

Keinginan untuk “lari” dari konflik atau interaksi yang melelahkan
Menarik diri bisa membuat seseorang merasa lebih aman sementara, tapi dalam jangka panjang justru memperparah rasa kesepian dan keterasingan.
4. Kaitan Antara Ketiganya
Menarik diri, mudah marah, dan overthinking seringkali saling terkait. Misalnya, seseorang yang overthinking mungkin terus-menerus merasa khawatir dan tidak tenang, lalu melampiaskannya dengan kemarahan, kemudian merasa bersalah dan akhirnya menarik diri dari lingkungan.
Siklus ini bisa terjadi terus-menerus tanpa disadari, dan makin memperburuk kondisi mental seseorang. Oleh karena itu, penting untuk tidak mengabaikan gejala-gejala ini, dan mulai memahami bahwa ini adalah sinyal dari tubuh dan pikiran yang sedang lelah dan butuh perhatian.
5. Cara Mengelola dan Mengatasinya
Menghadapi tiga gejala ini memang tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil. Berikut beberapa langkah awal yang bisa dilakukan:
Sadari dan akui perasaanmu. Jangan memendam, dan jangan merasa bersalah karena merasa “tidak baik-baik saja”.
Berlatih mindfulness atau meditasi. Ini membantu menenangkan pikiran yang terus aktif dan mengurangi reaktivitas emosi.
Curhat kepada orang yang dipercaya. Terkadang hanya didengarkan saja sudah membantu meredakan tekanan.
Kurangi konsumsi media sosial dan berita negatif. Paparan informasi berlebih bisa memperparah overthinking.
Pertimbangkan bantuan profesional. Konselor atau psikolog dapat membantu menemukan akar masalah dan memberi strategi penyembuhan yang tepat
Referensi Berdasarkan Penelitian Psikologi
1. Penelitian: Marah Membuat Keputusan Tidak Rasional
Sumber: Lerner, J. S., & Tiedens, L. Z. (2006). Portrait of the angry decision maker: How appraisal tendencies shape anger's influence on cognition. Journal of Behavioral Decision Making.
Kesimpulan: Marah membuat seseorang mengambil keputusan secara impulsif dan sering tidak rasional. Dalam kondisi marah, kemampuan berpikir jernih menurun.
2. Penelitian: Efek Buruk Kemarahan pada Kesehatan
Sumber: Suls, J., & Bunde, J. (2005). Anger, anxiety, and depression as risk factors for cardiovascular disease: The problems and implications of overlapping affective dispositions. Psychological Bulletin.
Kesimpulan: Marah yang dipendam atau diekspresikan secara meledak-ledak berkontribusi terhadap risiko penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
3. Penelitian: Strategi Mengelola Marah Lebih Efektif daripada Melampiaskan
Sumber: Bushman, B. J. (2002). Does venting anger feed or extinguish the flame? Catharsis, rumination, distraction, anger, and aggressive responding. Personality and Social Psychology Bulletin.
Kesimpulan
Gejala seperti overthinking, mudah marah, dan menarik diri bukan sekadar kebiasaan buruk atau tanda kelemahan, tapi bisa jadi sinyal adanya kelelahan mental atau gangguan emosi yang perlu ditangani. Memahami kaitan antar gejala ini dan mengambil langkah kecil untuk menanganinya dapat membuat perbedaan besar dalam kualitas hidup. Jangan takut untuk mencari bantuan – kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Iklan / Sponsor


