STOP MEMBANDINGKAN ANAK
Pengasuhan_Positif | 19 Jun 2025 | Athree | Dilihat 8x

Pendahuluan: “Lihat tuh kakakmu!”
“Mama dulu seumur kamu, rangking 1 terus.”
“Kakak kamu aja bisa, masa kamu enggak?”
“Coba deh kayak anak tetangga itu…”
Ucapan yang terdengar biasa ini ternyata bisa melukai anak lebih dalam dari yang kita duga. Tanpa sadar, kita sering membandingkan anak dengan saudara, teman, atau bahkan masa lalu orang tua dengan harapan anak bisa “termotivasi.”
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Anak merasa gagal, minder, bahkan kehilangan jati dirinya. Artikel ini akan mengupas dampak membandingkan anak, pandangan Islam, dan langkah bijak mengasuh tanpa melukai.
Penelitian: Membandingkan Anak = Merusak Mental Anak
Menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Adolescence, anak yang sering dibandingkan dengan saudaranya atau teman lain memiliki:
Harga diri yang lebih rendah
Risiko kecemasan dan depresi lebih tinggi
Hubungan yang buruk dengan orang tua dan saudara kandung
Penelitian lain dari University of Missouri menyebutkan bahwa anak-anak yang dibandingkan cenderung memiliki “sibling rivalry” atau persaingan saudara yang tidak sehat, karena merasa cinta orang tua harus di perebutkan.
Anak pun tumbuh dalam tekanan, bukan dorongan. Padahal, setiap anak punya waktu bertumbuh yang berbeda.
Pandangan Islam: Anak Dilihat Berdasarkan Taqwa dan Usaha
Islam mengajarkan kita untuk tidak membandingkan manusia secara lahiriah, apalagi anak-anak yang sedang dalam proses tumbuh. Dalam Qur’an, Allah berfirman:
> “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Nabi Muhamad SAW tidak membandingkan sahabat satu dengan lainnya secara merendahkan, meskipun mereka berbeda kemampuan dan karakter.
Dalam rumah tangga, keadilan dan penghargaan atas keunikan anak adalah cerminan dari kasih sayang dan ketulusan.
Dampak Membandingkan Anak: Luka yang Dibawa Hingga Dewasa
Berikut dampak jangka panjang jika orang tua terus membandingkan anak:
? Anak kehilangan kepercayaan diri
Ia merasa tidak yakin pada dirinya sendiri.

? Merasa tidak dicintai dan di sayang.
Anak merasa hanya disayang jika "lebih baik" dari yang lain.
? Muncul sibling rivalry
Hubungan antar saudara jadi penuh persaingan dan iri hati.
? Mental korban atau pelaku
Anak yang selalu dibandingkan bisa tumbuh jadi pribadi penakut atau justru agresif karena ingin membuktikan dirinya lebih baik dari orang lain.
Solusi: Cara Menghargai Anak Tanpa Membandingkan
1. Fokus pada perkembangan, bukan perbandingan
Alih-alih berkata, “Kakak kamu aja bisa,” ubah menjadi:
“Mama senang kamu berusaha keras. Kamu sedang belajar, dan itu luar biasa.”
2. Apresiasi proses dari anak, bukan berorientasi pada hasil saja
“Ayah bangga kamu sudah berani mencoba meski belum berhasil.”
3. Pahami bahwa setiap anak unik
Anak bukan salinan satu sama lain. Kenali potensi dan gaya belajarnya sendiri.
4. Hindari cerita masa lalu sebagai beban
Alih-alih berkata, “Mama dulu bisa…” coba:
“Waktu mama kecil, mama juga butuh waktu buat belajar. Kamu pasti bisa juga.”
5. Jadilah tempat aman, bukan sumber tekanan
Anak akan lebih berkembang jika tahu bahwa orang tuanya menerima dan menghargai mereka tanpa tekanan.
Anak Tak Butuh Dibandingkan, Tapi Dipahami, Dibimbing dan Di Percaya
Setiap anak lahir dengan cerita, bakat, dan waktu tumbuhnya masing-masing. Ketika kita berhenti membandingkan, kita memberi ruang bagi anak untuk merasa cukup, aman, dan percaya diri.
Membesarkan anak bukan lomba antar saudara atau anak lainnya, tapi perjalanan menumbuhkan manusia yang memiliki budi pekerti baik dan kuat.
#rumahpulih #ParentingEdukasi #GentleParenting #PsikologiAnak #ParentingPositif #PolaAsuhSehat #TumbuhKembangAnak
Iklan / Sponsor


