"Ketika ‘Didikan Demi Kebaikan’ Justru Menyakiti"
Pengasuhan_Positif | 21 Jul 2025 | Athree | Dilihat 9x

RumahPulih.com - Banyak dari kita tumbuh dalam pola asuh yang diwariskan turun-temurun. Nasihat seperti “anak harus patuh tanpa banyak bicara”, “kalau nakal cubit saja”, atau “anak kecil jangan diajak diskusi” sudah akrab di telinga. Orang tua zaman dulu, dengan segala keterbatasan informasi dan tekanan hidup, mengasuh anak dengan cara yang menurut mereka terbaik.
Namun, kini ketika ilmu psikologi anak berkembang pesat, kita mulai memahami bahwa banyak praktik parenting tradisional justru bertentangan dengan kebutuhan emosional anak.
Tanpa disadari, pola-pola lama yang otoriter, menekan, dan minim validasi emosi ini menyisakan luka psikologis yang dibawa hingga dewasa. Di tengah arus modernisasi dan kemudahan akses informasi, penting bagi kita mengevaluasi kembali pola asuh yang diterapkan agar lebih selaras dengan prinsip-prinsip psikologi perkembangan anak.
Penelitian:
Menurut penelitian oleh Diana Baumrind (1966), ada tiga gaya utama pengasuhan: otoriter, permisif, dan otoritatif. Gaya otoriter yang paling banyak digunakan oleh orang tua zaman dulu ditandai dengan aturan kaku, hukuman fisik, dan minimnya komunikasi dua arah. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan gaya otoriter cenderung memiliki harga diri rendah, kemampuan sosial terbatas, dan tingkat kecemasan lebih tinggi.
Sementara itu, laporan dari Harvard Center on the Developing Child menegaskan pentingnya respons emosional orang tua dalam membentuk perkembangan otak anak. Lingkungan yang penuh tekanan dan tidak responsif terhadap kebutuhan emosional anak dapat memicu respons stres berkepanjangan (toxic stress) yang berdampak pada kesehatan mental dan fisik anak hingga dewasa.
Dampak Negatif pada Anak
1. Menurunnya Rasa Percaya Diri
Pola asuh zaman dulu sering kali menekankan pada kepatuhan dan menekan suara anak. Akibatnya, anak tumbuh dengan keyakinan bahwa pendapatnya tidak penting, sehingga ia enggan berbicara, tidak percaya diri, dan sulit mengambil keputusan saat dewasa.
2. Luka Batin dan Trauma Pengasuhan
Kata-kata seperti “kamu harusnya tahu diri”, atau “kalau tidak nurut, mama tidak sayang” adalah bentuk manipulasi emosi yang berdampak panjang. Anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini bisa mengalami inner child yang terluka, yang kelak mempengaruhi hubungan interpersonal dan cara mereka menjadi orang tua kelak.
3. Tidak Terampil Mengelola Emosi
Karena sering diminta untuk diam, tidak cengeng, atau jangan marah, banyak anak yang tidak belajar mengenali dan mengelola emosinya dengan sehat. Ini bisa membuat mereka sulit membangun hubungan yang sehat dengan pasangan, rekan kerja, atau anak-anak mereka di masa depan.
4. Takut Salah dan Takut Gagal
Anak yang dibesarkan dengan hukuman fisik atau ancaman cenderung mengembangkan pola pikir bahwa kegagalan adalah sesuatu yang memalukan. Ini membuat mereka ragu mengambil risiko, menghindari tantangan, dan sering mengalami overthinking.

Solusi: Pengasuhan yang Selaras dengan Psikologi Anak
1. Membangun Komunikasi Dua Arah
Alih-alih hanya memberi perintah, orang tua modern perlu mendengarkan dan menghargai pandangan anak. Ini tidak berarti anak harus selalu dituruti, tetapi mereka perlu merasa bahwa suaranya penting dan didengar.
2. Validasi Emosi Anak
Setiap emosi anak valid dan penting. Saat anak marah, sedih, atau takut, alih-alih berkata “udah, jangan lebay”, cobalah ucapkan “mama tahu kamu kecewa, ayo kita bicarakan bareng”. Ini mengajarkan anak bahwa emosi itu normal dan bisa dikelola dengan cara sehat.
3. Ubah Hukuman Menjadi Konsekuensi yang Mendidik
Daripada memukul atau mengancam, berikan konsekuensi logis yang mengajarkan tanggung jawab. Misalnya, jika anak menumpahkan mainan, ajak dia membereskan bersama sambil menjelaskan kenapa penting menjaga kerapian.
4. Pelajari Ilmu Parenting Modern
Orang tua perlu terus belajar. Banyak sumber yang mudah diakses hari ini, mulai dari buku, webinar, hingga akun parenting di media sosial. Jangan takut mengakui bahwa pola asuh dulu tidak selalu tepat. Justru keberanian untuk berubah adalah bukti kasih sayang terbesar pada anak.
Penutup
Parenting bukanlah warisan yang harus diteruskan tanpa evaluasi. Apa yang dulu dianggap biasa, belum tentu benar secara psikologis. Kita tidak menyalahkan orang tua zaman dulu mereka melakukan yang terbaik dari yang mereka tahu. Namun hari ini, kita memiliki kesempatan untuk memutus rantai luka pengasuhan dan membentuk generasi yang lebih sehat secara mental dan emosional.
Dengan memahami kebutuhan dasar anak melalui lensa psikologi, kita bisa menghadirkan pola asuh yang lebih manusiawi: bukan sekadar anak yang patuh, tapi anak yang tumbuh sebagai pribadi utuh.
#rumahpulih #polaasuhpositif #komunikasipositif
Iklan / Sponsor


